Minggu, 13 September 2009

Isteri-isteri Tentara

Ketika isteri saya belanja di sebuah pasar kota kecamatan di Kabupaten Malang, ada peristiwa yang mengundang tanda tanya. Sebab, tiba-tiba saja si pedagang yang dihadapi isteri saya bergumam, sambil sedikit menyembunyikan muka. Gumamannya yang hanya ditujukan ke isteri saya berbunyi, "Wah ... payah mbak. Para isteri tentara itu datang lagi," sambil menunjukkan raut wajah ketidaksukaannya.
"Lho, mas... kenapa? Apa ada yang salah dengan mereka?" tanya isteri saya.

Lalu si pedagang itu menjelaskan, "Begini mbak, kalau mereka datang ... kami, para pedagang, tidak senang. Mereka suka menawar seenaknya dengan lagak yang sombong. Biasanya mereka datang berombongan dengan pakaian yang khas isteri tentara. Ya, ... pokoknya menjengkelkan banget. Kami lebih senang jika mereka tidak datang ke sini." Kemudian pedagang itu melanjutkan, "Itu baru isterinya lho mbak, ... sudah seperti itu. Bagaimana kalau tentaranya?"

Ternyata benar. Tidak lama kemudian mereka datang ke kios tempat isteri saya belanja. Lagak mereka memang terlihat sombong. Volume bicaranya keras, sahut menyahut menawar barang yang hendak dibelinya tanpa "perasaan." Pokoknya, tidak enak untuk didengar.

Yang menjadi pertanyaan, "Apakah semua isteri tentara itu memang seperti itu?" Jawabannya belum didapatkan secara ilmiah. Tetapi memang ada beberapa contoh di tempat lain yang menunjukkan karakteristik seperti itu. Bahkan ada pernyataan yang sudah umum didengar, "Isteri komandan lebih komandan daripada suaminya." Wallahu a'lam.


Minggu, 23 Agustus 2009

Universitas Brawijaya Koret-koret?

Setidaknya ada lebih dari satu informasi yang dapat saya tangkap dari cerita para calon wali mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) tahun akademik 2009/2010.

Salah satu informasi saya peroleh hari Minggu tanggal 23 Agustus 2009. Seorang lulusan SMA yang mengikuti test SNMPTN dengan pilihan jurusan Gizi di Fakultas Kedokteran telah gagal, tidak diterima. Menurut pamannya, baru-baru ini telah mendapatkan surat panggilan "diterima" di Fakultas Pertanian UB. Padahal anak tersebut tidak memilih jurusan tersebut. Sudah sedemikian parahkah ketakutan pihak manajemen UB, sehingga seolah-olah jangan sampai ada pelamar yang lepas dari UB dan masuk ke Perguruan Tinggi lainnya? Istilah bahasa Jawanya "koret-koret" jangan sampai ada yang tersisa.

Memang untuk memasuki Perguruan Tinggi termahal di Jawa Timur ini tersedia banyak jalur penerimaan (setidaknya delapan jalur) yang semuanya memiliki tarip yang berbeda-beda. Money oriented, begitulah kata orang.

Jadi, terserah orang tua jika mau menyekolahkan anaknya. Mau yang beorientasi mutu, atau gengsi Perguruan Tinggi Negeri termahal? Monggo, telah tersedia banyak jalur.

Dikirim oleh: Bimo Seno

"Camri" untuk Rektor UB

Saya sangat terkejut mendengar nyanyian seorang wali mahasiswa yang anaknya terkena DO (drop out) dari salah satu fakultas di Universitas Brawijaya Malang. Memang ini kabar burung, tetapi kabar itu berasal dari dalam sendiri. Benar atau tidaknya berita tersebut tetap akan berdampak negatif bagi universitas tersebut.

Wali mahasiswa tersebut menyanyi karena anaknya di-DO. Dia marah-marah sambil mengungkapkan kekesalannya, karena telah memberi sebuah mobil "Camri" kepada rektor universitas tersebut, agar anaknya diterima kuliah di sana.

Apakah betul berita ini? Jangan percaya dulu, Silakan dilacak sendiri!

Dikirim oleh: Bimo Seno